Ejaan
Van Ophuijsen adalah jenis ejaan
yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia.
Ejaan
ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti
oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang
mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
huruf
‘j’ untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.huruf
‘oe’ untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer,
‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Huruf
hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa
huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan
Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan
catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang
dikenal sebagai tulisan Jawi.
Sejarah
singkat
Pada
tahun 1901 diadakan pembakuan
ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar
Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal
dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat
sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia.
Van
Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa
berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi
inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian
menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas
Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van
Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian
diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi
panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia.
Ejaan
Republik
Ejaan
Republik (edjaan repoeblik) adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang
berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan
nama edjaan Soewandi, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan kala itu.
Ejaan
ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan
Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Perbedaan-perbedaan
antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
huruf
‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.bunyi
hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan
‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.awalan
‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan
dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
Ejaan
Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) pada
masa menteri Mashuri
Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang
Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai
menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang
melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi
Jl. Cilacap.
Pembaruan
ejaan
Pembaruan
ejaan (bahasa
Inggris: spelling reform) adalah tindakan untuk memperbaiki sistem ejaan dengan membuatnya lebih menggambarkan fonem yang ada dalam suatu bahasa. Sejak awal abad ke-19, lebih dari 31
bahasa modern telah melakukan pembaruan ejaan, kadang secara radikal. Indonesia telah mengalami
beberapa kali pembaruan ejaan dengan yang terakhir berupa pemberlakuan Ejaan
Yang Disempurnakan pada tahun 1972.
Ejaan
Melindo
Ejaan
Melindo adalah sistem ejaan Latin yang termuat dalam Pengumuman
Bersama Edjaan Bahasa Melaju-Indonesia (Melindo) (1959) sebagai hasil usaha
penyatuan sistem ejaan dengan huruf Latin
di Indonesia dan Persekutuan
Tanah Melayu. Keputusan ini dilakukan dalam Perjanjian Persahabatan
Indonesia dan Malaysia pada tahun 1959. Sistem ini tidak pernah sampai
diterapkan.
Ejaan
yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan
Yang Disempurnakan adalah penyempurnaan dari ejaan – ejaan sebelumnya yang
merupakan hasil kerja dari panitia ejaan Bahasa Indonesia yang dibentuk oleh
LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan) pada 1966. Ejaan ini diresmikan dalam
pidato kenegaraan memperingati HUT Kemerdekaan RI ke 27, 17 Agustus 1972.
Selanjutnya dikukuhkan dalam Surat Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Beberapa
penyempurnaan itu diantaranya adalah :
1.
Huruf J, DJ, NJ, CH, TJ, SJ pada Ejaan Soewandi diubah menjadi Y, J, NY, KH, C,
SY
2. Kata ulang harus ditulis hanya dengan menggunakan tanda hubung. Penggunaan
angka 2 diperkenankan hanya pada penulisan cepat atau notula.